Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat telah mendorong dunia pertambangan untuk terus melakukan inovasi dan efisiensi dalam meningkatkan produktivitas. Hal ini ditandai dengan penggunaan alat-alat produksi yang semakin kompleks dan modern. Untuk memastikan bahwa kegiatan operasional di sektor pertambangan berjalan secara aman, efektif, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi tinggi.
Salah satu kompetensi yang sangat dibutuhkan dalam industri pertambangan mineral dan batubara adalah Pengawas Operasional Pertama (POP). Pengawas Operasional Pertama adalah personel yang memiliki tanggung jawab langsung dalam mengawasi karyawan tingkat pelaksana (frontliner), dan berperan penting dalam menjamin kelancaran serta keselamatan operasional di lapangan. Peran ini diatur dalam Keputusan Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral No. 0228.K/40/DJG/2003, yang menjelaskan tentang kompetensi pengawas operasional pada perusahaan pertambangan mineral, batubara, dan panas bumi.
Lebih lanjut, mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) No. 38 Tahun 2019, yang dikeluarkan berdasarkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) No. 38 Tahun 2019, ditegaskan bahwa penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek penting dalam kegiatan usaha. Tujuan utama dari standar ini adalah untuk melindungi tenaga kerja, orang lain, serta sumber produksi di tempat kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Oleh karena itu, pelatihan dan sertifikasi Pengawas Operasional Pertama menjadi hal yang sangat krusial dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang aman, efisien, dan berkelanjutan di sektor pertambangan.